Minggu, 03 Mei 2009

Abdul Kahar Muzakkir, KH

Tokoh nasional gerakan Muhammadiyah Kotagede. Lahir di Yogyakarta tahun 1907, putera H. Muzakkir (seorang pedagang terhormat di Kota-Gede). Ibunya adalah puteri satu-satunya dari lima bersaudara keluarga H. Mukmin. Salah seorang saudara ibunya yaitu H. Masyhudi tokoh yang terkenal di Kotagede pada saat itu, karena ikut serta membentuk lahirnya organisasi Muhammadiyah di Kotagede. Selain itu, H. Masyhudi bersama-sama dengan Kyai Amir memprakarsai pembangunan Mesjid Perak.

Sedangkan ayahnya H. Mudzakir membantu dana untuk pembangunan Mesjid Perak Kotagede. Dengan demikian, segala hal yang baik dari keluarga H. Mukmin, kakeknya itu, telah membentuk pribadi Abdul Kahar Muzakkir muda menjadi seorang yang tekun dan taat pada agama. Ia memulai pendidikannya pada SD Muhammadiyah di Selakraman, Kotagede, sembari memperdalam ilmu agama di beberapa pondok pesantren. Ia memperkaya ilmu agama dengan masuk Madrasah di Solo.

Abdul Kahar Muzakkir adalah cicit dari Kyai Hasan Bashari, seorang guru agama dan pemimpin thariqat Satariyah, yang dikenal juga sebagai salah satu seorang komandan lascar Pangeran Diponegoro (ketika berperang melawan Belanda 1825-1830). Setelah menyelesaikan pendidikan di SD Muhammadiyah Selokraman Kotagede, ia melanjutkan ke Ponpes Gading dan Krapyak untuk memperdalam ilmu agama; dan dilanjutkan ke Pondok Pesantren Jamsaren Solo sambil belajar di madrasah Mambaul Ulum.

Tahun 1924 berangkat menunaikan ibadah haji, dengan maksud terus bermukim dan belajar di sana; tetapi perang yang berkecamuk di sana memaksanya pergi ke Mesir. Pada tahun 1925 ia berkirim surat kepada keluarganya bahwa ia sudah diterima menjadi Mahasiswa Universitas Al Azhar di Kairo. Kemudian untuk efektivas Gerakan Pelajar Indonesia di Kairo dalam menyongsong Indonesia merdeka, pada tahun 1927 Abdul Kahar Muzakir pindah ke Universitas Darul Ulum yang berkedudukan di Kairo.

Tahun 1938 ia pulang ke Indonesia langsung menceburkan diri ke berbagai organisasi Da’wah dan politik. Pertama-tama yang dimasukinya Muhammadiyah dan diangkat menjadi Direktur Mu’allimin, kemudian menjadi pengurus Majelis Pemuda dan Majelis PKU Muhammadiyah; tahun 1953 menjadi Pengurus Pusat Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Pergerakan politik dilakukan melalui Partai Islam Indonesia bersama-sama dengan Prof. Dr. H.M Rasyidi, KH. Mansoer, Prof. KH. Faried Ma’aroef, Mr. Kasmat Bahuwinangun, dan Dr. Soekiman Wirjosandjojo.

Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1938, dan mulai menggeluti dunia politik dan organisasi dakwah seperti dalam Partai Islam Indonesia (PII) dan organisasi Muhammadiyah. Sejalan dengan berkembangnya paham pembaharuan (reformasi) Islam dari Timur Tengah yang masuk ke kampung-kampung Kotagede. Kegiatannya terus berlanjut hingga tahun 1945. Ia terlibat aktif dalam BPUPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia serta ikut mencanangkan Piagam Jakarta. Mitshuo Nakamura dalam bukunya Bulan Sabit Muncul di Balik Pohon Beringin menulis: barangkali yang paling hebat adalah munculnya Abdul Kahar Muzakkir pertama sebagai pegawai pemerintahan Jepang di daerah Yogyakarta, kemudian sebagai wakil kepala Kantor Urusan Agama Pusat di Jakarta.

Puncaknya dengan keikutsertaannya dalam kancah tertinggi politik Nnsional selama akhir masa pendudukan Jepang, dimana sebenarnya ia dapat menduduki jabatan politik tetapi ia tidak mau. Abdul Kahar Muzakkir memilih mengabdikan diri untuk mendirikan dan mengembangkan Universitas Islam. Sejak tahun 1945, ia mencurahkan seluruh tenaganya pada Sekolah Tinggi Islam (STI) yang didirikan pada tanggal 8 Juli 1945. Ia sebagai Rektor Magnificus yang pertama. Kemudian STI pindah ke Yogyakarta pada tahun 1946, dan berubah nama menjadi Unirvesitas Islam Indonesia (UII) tahun 1948. Profesor KH. Abdul Kahar Muzakkir tetap terpilih sebagai rector UII. Pengabdiannya sebagai rector dijalaninya dari tahun 1945-1960.

Ia adalah orang yang paling lama memimpin UII. Sejak STI didirikan pada 8 Juli 1945 ia dipilih sebagai Rektor Magnificus yang pertama; setelah pada tahun 1946 STI pindah ke Yogyakarta ia masih tetap menjadi Rektor Magnificus. Kemudian setelah STI diubah menjadi UII (1948), masih dipercaya menjabat Presiden (Rektor). Kedudukan sebagai Rektor UII dilepaskannya setelah UII (terhitung dari STI) berusia tak kurang dari 15 tahun. Tahun 1960 digantikan oleh Mr. Kasmat Bahuwinangun dan ia sendiri terjun ke Fakultas Hukum UII untuk menjadi dekan. Selama kurang lebih 1960-1973 ia menjadi Dekan Fakultas Hukum sampai hari wafatnya.

Kesetiaan Kahar Muzakkir pada cita-cita perjuangan UII telah dibuktikan sejarah, dan tak seorang pun dapat menyangkalnya. Sampai-sampai ia pernah menyelenggarakan Dies Natalis UII sambil bergerilya melawan Belanda di desa Tegalayung, Bantul pada Dies IV. Ia amat banyak mengarungi suka duka perjalanan UII. Di kalangan mahasiswa ia dikenal sebagai tokoh yang kebapakan, mengerti aspirasi.

Dalam bidang pemerintahan, pernah memasuki Jawatan Ekonomi Pemerintahan Militer, Pegawai Sipil Jawatan Siaran Radio Militer,, Markas Besar Tentara sebagai komentator Luar Negeri bersama Muchtar Lubis, dan di Jawatan Kementrian Agama; semua itu dilaluinya sebagai pekerjaan dalam Pemerintahan Jepang di Indonesia. Dalam negara Indonesia merdeka ia pernah menjadi Wakil Kepala Kementrian Agama dengan pangkat sebagai pegawai tinggi tingkat II.

Partisipasinya yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah keterlibatannya secara aktif dalam BPUPKI tahun 1945. dan ikut memancangkan tonggak sejarah dalam proses perumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta. Ia meninggal pada tanggal 2 Desember 1973 dengan memberikan banyak warna kenangan bagi UII, dan masyarakat Kotagede. Ia telah menjadi salah seorang pemimpin nasional gerakan Muhammadiyah yang dihasilkan dari Kotegede.

2 komentar: