Minggu, 03 Mei 2009

Ancak-Ancak Alis, Permainan

Permainan tradisional anak-anak bersifat rekreatif, yang dalam proses permainannnya menggunakan istilah-istilah yang berhubungan dengan pertanian, ketentuan jumlah pemain tidak ada, karena semakin banyak anak-anak yang terlibat dalam permainan ini akan semakin meriah. Tempat permainan dipilih yang luas dan rata.

Cara bermain, pertama semua pemain bersepakat memilih dua orang di antara mereka yang cenderung memiliki kekuatan, ketinggian dan besar badan yang sama untuk mejadi petani. Kedua petani ini segera menyingkir dari kelompok permainan ini untuk berunding mengenai nama-nama yang diambil dari istilah pertanian, misal A memilih nama jagung dan B memilih nama kacang. Kemudian kedua petani berdiri berhadapan dengan kedua tangan diangkat ke atas dan kedua telapak saling ditempelkan sehingga membentuk seperti pintu gerbang. Kedua telapak tangan mereka saling bertepuk tangan sambil menyanyikan ancak-ancak alis. Lirik lagu ini di masing-masing daerah Jawa terjadi perbedaan. Lirik lagu tersebut di wilayah Yogyakarta adalah : “Ancak-ancak alis, si alis kabotan kidang, anak-anak kebo dhungkul, si dhungkul bambang tego, tego rendheng, enceng-enceng gogo beluk, unine pating jerapluk, ula apa ula dumung, gedhene salumbung bandhung, sawahira lagi apa, wong deso?”

Anak-anak yang lain berdiri urut memanjang diawali dari yang terbesar badannya, sambil memegang ujung baju teman yang berada di depannya, lalu berjalan berkeliling. Ketika lagu berakhir pada kata “Sarahira lagi apa, wong desa?”, barisan tersebut berada di samping kedua petani. Pemain yang terdepan menjawab pertanyaan tersebut dengan “lagi ngluku (sedang membajak)”. Kemudian kedua petani menyanyikan lagi lagu ancak-ancak alis, dan pemain lainnya mulai berjalan berkeliling lagi. Bila lagu sudah selesai pada akhir kalimat, maka sudah pemain paling depan harus menjawab dengan jawaban nama-nama tahapan dalam menanam padi.
Demikian seterusnya berulang-ulang. Ketika mendapat jawaban “lagu wiwit ( baru menuai )’, anak yang paling belakang segera berlari keluar dari barisan untuk mengambil daun-daunan yang berada di sekitar tempat permainan, dan segera menuju ke barisan semula, lalu disusul oleh kedua petani yang berada di barisan paling depan. Barisan segera berjalan berbelitan membentuk angka delapan sambil menyanyikan : “menyang pasar kadipaten leh olehe jadah manten, menyang pasar ki jodog, leh olehe Cina bidhung”.

Setelah itu kedua petani berdiri dengan tangan membentuk terowongan sambil menyanyikan lagu ancak-ancak alis, dan para pemain berdiri dalam satu barisan melewati terowongan tersebut sambil menjawab “lagi panen (sedang panen)”. Anak yang tertangkap terowongan ditanya, “Kali ini akan menanam apa, kacang atau jagung?”. Jika memilih jagung maka harus berada di belakang petani A. Demikian seterusnya hal ini diulang-ulang sampai pada pemain terakhir dalam barisan, petani menyanyikan lagu “dikekuru, dilelemu, dicecenggring, digegiring”.

Kemudian kedua petani mengurung anak tersebut dengan kedua tangannya sambil berkata: “kidang lanang apa wadon, yen lanang mlumpata, yen wadon mbrobosa”. Anak tersebut berusaha keluar, dan diminta memilih salah satu petani. Petani yang mempunyai anak dibelakangnya lebih banyak, dianggap menang. Penentuan menang kalah dapat juga dilakukan dengan cara adu kekuatan, yaitu tarik menarik antara kedua petani dengan dibantu oleh anak semang masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar