Minggu, 03 Mei 2009

Alun-Alun Kraton Mataram

Alun-alun merupakan ruang publik tradisional sebagai ajang kegiatan masyarakat pada acara-acara tertentu, serta tempat penyelenggaraan berbagai upacara keraton, khususnya perayaan Sekaten.Alun-alun juga berfungsi sebagai halaman depan dari kompleks keraton untuk menerima para Bupati Mancanegara dan Bupati Nayaka yang akan menghadap raja pada waktu pemaosan saat Garebeg Mulud maupun Garebeg Siyam, dan tempat berlangsungnya latihan perang-perangan bagi para prajurit Keraton Mataram serta olah kanuragan lain yang disebut sebagai rampogan. Dengan demikian Alun-alun mengundang makna sosial, budaya, politik, maupun keagamaan. Pada dasarnya Alun-alun merupakan bagian fungsi dari fungsi publik yang digunakan sebagai bentuk interaksi antara penguasa (raja) dengan masyarakat secara luas (rakyat).

Alun-alun merupakan salah satu elemen pokok catur gatra dalam tatanan pusat pemerintahan tradisional Jawa selain Keraton, Mesjid Gedhe, dan Pasar Gedhe, yang secara keseluruhan menjadi satu kesatuan tata letak bangun-bangunan keraton kerajaan Islam di Jawa.

Keberadaan alun-alun sebagai intergral dari pola keraton telah ada sebelum masa Kota-gede, termasuk Demak, dan bahkan juga di Majapahit dengan pola tata letak yang agak berbeda. Dengan demikian, meskipun Alun-alun di Kotagede sudah tidak dapat dikenali secara fisik, namun para ahli sangat yakin bahwa alun-alun merupakan bagian dari tata ruang keraton pada masa itu. Hal ini juga didukung ole keletakan kampung Alun-alun yang berada di depan atau sebelah timur Mesjid Agung Kotagede sekaligus di sebelah selatan pasar, yang secara analogis sama dengan pola tata letak keraton sekarang.

Alun-alun Kotagede memang secara fisik kini sudah tidak berwujud lagi. Pada saat ini sebagian besar Alun-alun sebagai halaman Keraton Mataram di Kotagede sudah berubah penggunaannya menjadi permukiman dan kampung yang padat. Eksistensi Alun-alun Kotagede tinggal sebagai toponim, yakni kampung Alun-alun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar