Senin, 04 Mei 2009

YJajasan Pakarjan Ngayogyakarta

Hubungan penguasa Belanda dengan para bangsawan atau raja-raja di Yogyakarta menyebabkan dikenalnya barang-barang kerajinan perak Kotagede. Barang-barang ini sering dipertontonkan dan diberikan sebagai kenang-kenangan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Kepada para tamu kraton atau penguasa-penguasa Belanda. Kira-kira setelah Perang Dunia I, pemerintah Hindia Belanda mulai memperhatikan kerajinan rakyat ini, dan berusaha melindungi serta membantunya, supaya hasilnya lebih maju. Dari bangsa Belanda yang membantu modernisasi kerajinan perak antara lain: J.E. Jasper (Gubernur Jogjakarta tahun 1928-1930); GesselerVerschuur (Gubernur Jogjakarta tahun 1931), Ir Sitsen, Ir. J. Moens, Ir. Gotz van der Vet, Ir. Resink, dan dari bangsa Indonesia: Ir. Soerachman, Ir. Soepardi, R.J. Katamsi, Warindijo serta dari kaum bangsawan antara lain Gusti Tedjokoesumo, G.P.H. Soerjaningprang. Tokoh-tokoh ini telah bersama berusaha memajukan Jajasan Pakaryan NGayogyakarta yang berdiri pada tahun 1929.

Masyarakat Kotagede secara langsung menjadi pendukung kerajinan perak Jogjakarta. Yang telah hidup dan berkembang dan kemajuan kerajinan perak, tetapi jika mereka ada hubungan dengan luar, pasti kerajinan perak tidak dapat berkembang, sebab masyarakat Kotagede masih ipengaruhi oleh tradisi-tradisi lama yang ditawarkan oleh nenek moyangnya. Tercantumnya nama-nama bangsa Belanda dalam modernisasi kerajinan perak tersebut diatas, menunjukkan bahwa bangsa Belanda merupakan pendukung baru dari kerajinan perak Kotagede. Penggemar kerajinan perak bukan dari bangsa Belanda yang tinggal di Yogyakarta saja, tetapi juga yang berada dinegara Belandapun ada. Hal ini terjadi karena sering adanya pergantian penguasa-penguasa Belanda dilembaga-lembaga pemerintahan, atau dipabrik-pabrik, misalnya pabrik-pabrik gula yang banyak jumlahnya di Yogyakarta dan sekitarnya.

Di samping itu, raja-raja Yogyakarta selalu memesan barang-barang kerajinan perak Kotagede sebagai tanda kenang-kenangan yang diperuntukkan para pembesar Belanda yang akan pulang ke negerinya, atau pada hari-hari besar, dan peristiwa-peristiwa penting, misalnya upacara pertunjukkan, perkawinan, dan sebagainya. Sudah barang tentu, barang-barang kerajinan perak yang dibuat untuk kenang-kenangan diambilkan yang biasa dipergunakan oleh bangsa Belanda, misalnya eetstel theestel, rookstel dan sebagainya. Barang-barang kerajinan perak yang dibutuhkan oleh bangsa Belanda mempunyai corak dan bentuk yang berbeda dengan barang-barang yang biasa dikerjakan oleh para ahli kerajinan perak di Kotagede. Jika sebelumnya hanya di kerjakan barang-barang perhiasan bermotif tradisional dari kraton, setelah ada permintaan dari bangsa Belanda, mulai dikenal alat-alat rumah tangga Eropa dengan motif-motif baru.

Pada waktu perkawinan ratu Juliana telah dikirim tanda kenang-kenangan berupa barang-barang kerajinan perak Kotagede antara lain oleh Sultan Hamengku Buwana ke IX, Paku Alam VIII, Persatuan wanita Belanda di Indonesia, dan pabrik minyak Sungai Gerong. Barang-barang yang dikirim tersebut antara lain berupa dua dosin eetservies, dengan motif campuran sebagai hasil modernisasi, yaitu motif-motif di Indonesia dengan Eropa misalnya dengan motif ukiran yang mengambil ornament candi Borobudur dan sebagainya. Barang-barang ini telah dibuat oleh perusahaan perak Prawirohardjo di Kotagede.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar