Rabu, 06 Mei 2009

Waringin Tuwa

Sebuah pohon beringin, ada yang menyebut waringin sepuh, wringin tuwa, maupun wringin sepuh. Berdasarkan cerita yang berkembang di dalam masyarakat Kotagede, dikisahkan bahwa pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kalijaga, sebagai pertanda yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan, di mana Keraton Mataram harus didirikan.
Melewati pintu masuk pertama kompleks mesjid dan makam dari jalan besar, di kiri dan kanan jalan masuk terdapat bangsal berupa bangunan terbuka tempat pendatang beristirahat. Di sebelah selatan, tidak jauh dari bangsal tersebut terdapat pohon beringin rindang yang dinamakan Waringin Tuwa yang artinya beringin tua.
Waringin Tuwa ini berdiri dengan kokoh kendati sekarang telah tumbang. Kepercayaan lama menyebutkan, jika seorang akan bepergian jauh dan memerlukan bekal kekuatan agar selamat dalam perjalanannya, disyaratkan mencari satu lembar daun yang jatuh ke tanah dalam posisi tengkurap dan satu lembar daun yang lain dalam posisi terlentang.
Kepercayaan masyarakat perihal siapakah yang menanam wringin sepuh/tuwa tersebut tidak terlepas dari Sunan Kalijaga. Seorang Sunan (tokoh agama Islam) yang mempunyai pengaruh sangat besar bagi beberapa kerajaan besar bagi beberapa kerajaan di Pulau Jawa, sejak Kerajaan Demak dan Pajang sampai dengan Keraton Mataram.
Sunan Kalijaga menjadi panutan dalam pengelolaan kerajaan (politik keagamaan) maupun pengetahuan agama Islam dari sejak Sultan Hadiwijaya (Sultan Pajang), Ki Gede Pemanahan (ayah Panembahan Senapati), Ki Juru Martani dan Ki Penjawi (paman, sekaligus penasehat Panembahan Senapati), dan terakhir Panembahan Senapati sebagai raja pertama di Keraton Mataram.
Sunan Kalijaga merupakan seorang di antara sembilan orang wali (Wali Sanga), yang menonjol dalam bidang budaya, keagamaan, dan kegiatan dakwah secara berkeliling. Lagu ilir-ilir, merupakan salah satu lagu ciptaan Sunan Kalijaga yang terkenal untuk mengajak orang-orang masuk ke dalam Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar