Jumat, 05 Juni 2009

Batik Kotagede, Industri

Masyarakat Kotagede merupakan pengusaha dan pedagang yang cukup tangguh. Bila ada jenis usaha yang dianggap lebih menguntungkan, mereka tidak ragu-ragu mengalihkan usaha ke bidang baru. Seperti mengalihkan usaha di bidang batik. Menurut catatan H.J. van Mook tahun 1922 di Kotagede cukup banyak pengusaha batik, sangat disayangkan karena saat ini sudah tidak tersisa lagi.

Dalam proses pembuatan batik, sebenarnya sederhana yaitu menggunakan bahan malam/lilin yang tidak tembus zat cair (pewarna) untuk menutupi gambar yang tidak dikehendaki terkena warna. Ditinjau dari sudut teknologi ada dua perbedaan pokok dalam cara melekatkan malam pada kain, yaitu menggunakan canthing dan menggunakan cap (masih ada cara lain yaitu menggunakan kuas). Sehingga dikenal adanya batik tulis yang digarap dengan Canthing dan batik cap yang dikerjakan dengan cap. Pada umumnya batik tulis lebih mahal dibandingkan batik cap, karena proses pengerjaannya yang sangat berbeda. Pada batik cap dapat dikerjakan dengan cepat dan dan dalam jumlah yang banyak. Sedangkan batik dengan menggunakan Canthing selain membutuhkan waktu yang lama juga menuntut kesabaran dan ketelitian. Meskipun ada perbedaan cara melekatkan lilin, dalam proses pemberian warna dan penggarapan selanjutnya tetap sama.

Dalam proses pembuatan batik tulis yang masih dilakukan dengan cara tradisional, diperlukan persiapan-persiapan, meliputi:
Alat-alat yang diperlukan: Canthing, Wajan, Anglo, Tepas, Gawangan, Bandul, Dingklik, Cap, Kuwas, dan Kerok.

Bahan-bahan yang diperlukan: Kain mori, lilin batik/Malam, zat pewarna sebelum dikenal zat pewarna sintetis, untuk pembuatan batik tradisional digunakan zat pewarna dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan warna coklat dari kulit pohon gambir, dan daun teh. Sedangkan untuk warna biru tua dari zat warna indigo yang diambil dari daun nila.

Sedangkan proses pengerjaannya dimulai dari mencuci Kain yang akan dibatik, dikanji (tergantung jenis bahannya; ada bahan yang tidak perlu dikanji), kemudian dijemur. Setelah kering kain di Kemplong. Tahap pekerjaan selanjutnya memberi gambar dengan di Corek. Ada yang digambar seluruh polanya, ada yan ghanya berupa garis-garis yang membagi bidang yang nantinya akan diisi dengan motif-motif yang berulang secara geometris, langsung dengan Canthing. Pola yang sudah jadi kemudian diikuti garis-garis gambarnya dengan canthing. Pembatikan pendahuluan ini biasanya disebut dengan istilah di Klowong. Hasil klowongan berupa out-line kemudian diisi dengan elemen-elemen hiasan secara detail. Bila satu sisi telah selesai dibatik, maka kain batik di bidang kain ini dibalik dan di bidang kain ini dilakukan pembatikan pula menurut gambar yang telah dibatik di sebaliknya (diterusi). Dengan demikian selesailah gambar yang berupa garis-garis luarnya. Tapi sebelum diberi warna masih ada penempelan lilin tidak secara membuat garis-garis, namun dengan cara mengisi bidang-bidang yang tidak dikehendaki terkena warna dengan alat kuwas (Nemboki). Dengan demikian siaplah kain yang sudah dibatik tersebut untuk diberi warna.

Kain yang sudah dibatik dicelupkan ke dalam zat pewarna. Biasanya digunakan warna dasar biru. Proses pemberian warna biru ini disebut dengan istilah Medel atau Mbironi. Untuk batik Solo, Yogyakarta dan lain-lain daerah, yang disebut sebagai batik Sogan, setelah dibironi, langsung di Celup dengan warna soga. Setelah pemberian warna selesai, malam yang melekat dihapus dengan cara di kerok dan digodog (dilorot) dan dibersihkan lagi dengan di Byok sampai sisa-sisa malam tidak nampak lagi. Selanjutnya dikanji, dijemur, dilipat, dikemplong dan siap untuk dipasarkan.
Bila dalam proses pemberian warna diperlukan untuk memberi warna pada bidang-bidang yang terbatas luasnya, dapat dilakukan dengan cara men-colet-kan larutan kental zat warna dengan memakai kuas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar